Beralaskan matras, perbincangan kami menembus riuhnya gemuruh angin malam. Berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya. Seliar itu.
Semua berada di luar tenda. Semua yang saya maksudkan adalah 5 orang kawan saya, dan saya sendiri yang saat itu memilih berada di ketinggian untuk menikmati pergantian tahun. Sayup-sayup genjrengan gitar dan nyanyian-nyanyian terdengar. Ya, kami memilih untuk berjarak dengan kumpulan-kumpulan lainnya. Terkadang, sepi lebih lihai dalam merayu.
Dan lalu..
Sorak-sorai kembang api berterbangan di lapang langit. Dari sini, lampu-lampu kota nampak berseri-seri. Dirayunya kelabu. Selalu menyenangkan menyaksikan gemerlap lampu di antara gelap. Bintang-gemintang malu-malu, bersembunyi di sebalik awan pekat.
Terserah, tiap-tiap memiliki caranya masing-masing. Saat itu, semua larut dalam kebahagiaan, mungkin, karena bahagia adalah esensi hidup ini dan hak manusia yang paling asasi.
Saya termangu di antara keramaian. Masih saja merasa sepi. Sembari memandangi riuhnya tawa kembang api. Sesekali, tiupan angin menerpa wajah. Sesekali, membelai lembut. Sesekali, membangunkan bulu kuduk.
Kemudian, tak lama, senyap. Secepat itu keadaan berubah. Atau bumi yang terlalu cepat berputar? Entahlah, yang pasti perut selalu merasa lapar bila melewati tengah malam.
Manusia terlalu sering bertepuk hanya sebelah tangan. Bagaimana mungkin musik bisa tercipta?
Ya, hidup itu sulit, begitu juga kamu. Gumamku di antara rerumputan yang sedari tadi sibuk bergoyang, acuh mendengarkan.
2017 telah mulai menjejakkan langkahnya. Malam itu, seperti sorak-sorai kembang api, saya hilang dalam ketiadaan.
Semua berada di luar tenda. Semua yang saya maksudkan adalah 5 orang kawan saya, dan saya sendiri yang saat itu memilih berada di ketinggian untuk menikmati pergantian tahun. Sayup-sayup genjrengan gitar dan nyanyian-nyanyian terdengar. Ya, kami memilih untuk berjarak dengan kumpulan-kumpulan lainnya. Terkadang, sepi lebih lihai dalam merayu.
Dan lalu..
Sorak-sorai kembang api berterbangan di lapang langit. Dari sini, lampu-lampu kota nampak berseri-seri. Dirayunya kelabu. Selalu menyenangkan menyaksikan gemerlap lampu di antara gelap. Bintang-gemintang malu-malu, bersembunyi di sebalik awan pekat.
Terserah, tiap-tiap memiliki caranya masing-masing. Saat itu, semua larut dalam kebahagiaan, mungkin, karena bahagia adalah esensi hidup ini dan hak manusia yang paling asasi.
Saya termangu di antara keramaian. Masih saja merasa sepi. Sembari memandangi riuhnya tawa kembang api. Sesekali, tiupan angin menerpa wajah. Sesekali, membelai lembut. Sesekali, membangunkan bulu kuduk.
Kemudian, tak lama, senyap. Secepat itu keadaan berubah. Atau bumi yang terlalu cepat berputar? Entahlah, yang pasti perut selalu merasa lapar bila melewati tengah malam.
Manusia terlalu sering bertepuk hanya sebelah tangan. Bagaimana mungkin musik bisa tercipta?
Ya, hidup itu sulit, begitu juga kamu. Gumamku di antara rerumputan yang sedari tadi sibuk bergoyang, acuh mendengarkan.
2017 telah mulai menjejakkan langkahnya. Malam itu, seperti sorak-sorai kembang api, saya hilang dalam ketiadaan.
Komentar
Posting Komentar