Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Terserah Roda Malam

Lalu, kamu tertegun bersandarkan ragu, mengeluh disela-sela waktu. Dinding-dinding malam beserta lampu jalan adalah jelemaan masa lalu.  Menampik realita; manusia selalu sampai pada titik itu. Kamu yang menunggu datangnya gelap, kamu juga yang terjerembap. Di dalamnya, kamu hanya berpasrah. Terserah, kemana roda malam akan membawamu. Berpegangan erat pada bumi, menunggu datangnya terang. Membawa beban, melintasi malam.

Entahlah.

Rintik hujan pun turun di bawah naungan birunya langit, ataupun dari sebalik hamparan cahaya mentari. Memang seperti itu, tidak semua harus dimengerti. Terkadang, membiarkan ujung jarum terus berdetak adalah pilihan yang baik. Beberapa orang senang menyaksikan siang dilahap malam. Selebihnya memilih asap-asap keluar dari celah bibir. Apa yang membuatmu senang? Entahlah, senyuman itu batas antara harapan dan kenyataan. Di sini, terkaanku selalu begitu, semu. Angannya dialah salah satu. Semua ingin jadi alasan. Lalu, nanar setelahnya. Pun dengan alur pikirmu, nan sulit diterima akal.

Selamat Pagi

Kabut masih menyelimuti kota, Belaiannya lembut; Membuai impian-impian yang terlelap. Di cakrawala, angan-angan berterbangan bersama lantunan do'a. Segelas kopi dituangkan memecah denyut senyap, Melarutkan kegelisahan yang sedari tadi menggerogoti akal pikiran. Di ufuk timur, mentari masih terpejam di pangkuan langit, Selamat pagi, semesta.

Gadis Kecil

Gadis kecil di ujung langit abu-abu. Masih tersenyum, di bawah derasnya rintik hujan. Setegar itu. Lalu bertanya-tanya dalam kegundahan hati; Akankah pelangi datang? 

Teman,

Beberapa orang, mungkin mengartikan teman sebagai seseorang yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka. Wadah yang akan menampung berbagai macam cerita yang menetes dari celah bibir kita. Tempat dimana kita tidak perlu berpura-pura berlaga menjadi sosok yang sempurna. Lebih dari semua itu, menurutku teman adalah tempat dimana aku pulang. Kini, biarlah kita saling berkelana; menjelajahi terjalnya jalan kehidupan. Saat raga merasa lelah, beristirahatlah, kita tau kemana langkah harus pulang. Hingga nanti, kita bertemu di puncak kesuksesan, teman.

Sampai, nanti.

Gaduh ini bersemayam disudut akal, Berteriak lantang didalam keheningan hati. Terkadang, memang sulit berdamai dengan kenyataan, Memahami alur garis yang tak pernah bertemu dalam satu titik. Sudahlah, biarkan nasib membuat jalannya sendiri. Kita lah insan; yang ditenangkan oleh takdir. Aku lah penyair; yang mensisipkan harapan disebalik tulisan. Memasangkan sayap pada tiap kata nya,  Lalu menerbangkan nya bersama lantunan do'a di cakrawala. Sampai nanti,  Kelak kita kan bersua kembali.

Mari, menyelam.

Betapa nikmat nya mencandui sunyi, Meski kerap kali menyayat hati. Tak ubah nya pisau belati, kala bayang-bayang mendarat di imaji. Ruangan ini sesak, dipenuhi isi kepala. Kelabu mengusik biru, Memayungi langkah rapuh yang perlahan pulang. Biarkan rembulan terlelap malam ini, Aku ingin menyelami dalam nya gelap.

Ironi,

Dengan mengatas namakan kemeredekaan, Mereka berkicau semaunya. Kenyataan bukanlah sebuah acuan. Bisikkan-bisikkan tertiup angin, Singgahlah di kuping para pendengar. Punggung menyimak dalam senyap. Kemunafikan bersembunyi dibalik raut-raut wajah. Ah, pujian dijadikan kedok cacian. Nampak nista, Kapalmu karam di tengah lautan dosa. Namun dengan lantang memaki semesta. Ironi.

Sekilas,

Pantulan cermin memampang sebuah raga. Seketika, rindu masa sebelum dewasa, Kala dengan leluasa melemparkan canda tawa. Matahari hendak terbenam, Menuntun langkah untuk pulang. Lembar demi lembar terisi tinta, Goresan manis dari beberapa teman nan indah dipandang. Tak pernah luput dari akal pikiran, Kala putih-abu menjadi sebuah kebanggaan.

Yakinilah

Waktu menunjukan pkl 03:52 wib. Beberapa orang masih bergulat dengan hangatnya selimut. Ada juga yang memilih untuk menikmati dinginnya hembusan angin Bandung saat itu. Saya, memilih untuk tetap terjaga, sekedar ingin berbagi cerita dalam dunia maya. Ditemani segelas coklat panas, dan beberapa batang nikotin. Sengaja, agar tak terasa sepi disini. Suara langkah kaki terdengar samar dari sebalik pintu, langkah yang sudah tidak asing lagi ketika adzan subuh pertama hendak berkumandang. Ya, itu adalah suara langkah Ibu. Dengan pola tidur yang teratur, selalu memulai menjalani hari terlebih dahulu dari semua anggota keluarga kecilnya ini. Dimulai dengan membersihkan rumah, menyalakan mesin cuci, lalu merubah beras menjadi nasi adalah beberapa kegiatan Ibu sebelum sang fajar terbangun dari tidurnya. Sedangkan saya, seorang pemuda saat itu hanya terdiam diatas kasur kecil bersama mimpi-mimpinya. Menikmati lantunan lagu dan berdendang pelan mengikuti irama. Bukan, bukan tidak bergu

Engkau,

Engkau masih mendambakan indahnya pelangi, Yang nampak walau hanya sekejap. Enggan berdetuhkan malam, Yang selalu datang diiringi cahaya rembulan.

Terbuai di Rinjani

Menetapkan tekad yang bulat dibawah naungan surya, Mengusir kehadiran ragu dalam dekapan rembulan. Jejak-jejak kecil ditinggalkan, Debu bercengkrama saling beradu. Namun deras-nya tiupan angin kerap kali mengganggu. Keluh kesah berbisik dalam hati yang sunyi. "Jangan menyerah, sebentar lagi". Ucap kawan mencoba terus meyakinkan langkah. Hembusan nafas saling berlomba, degup jantung terasa lebih cepat. Sembari menyandarkan diri disebuah batu, kepala-ku tengadah memandang biru-nya semesta. Lalu kembali berjalan... Siang berganti malam, Matahari diselingi bulan, Terang dilahap gelap. Hari ke-3, terasa cukup melelahkan. Keringat sudah banyak terkuras, setiap tetesnya tersapu debu. Namun semangat tak pernah surut, Terus berjalan... Hingga akhir-nya tiba di sebuah tujuan, Pelawangan sembalun. Satu langkah sebelum mendaki puncak. Tampak danau segara anak terpampang jelas dari sini. Memandang lurus senandung awan. Bercengkrama dengan nyaman, Meng

"overthinking"

"Aaahhhh" Sembari menggeliat, dengan mata yang sayup terpaksa harus terbangun dari tempat tidur. Saat itu waktu menunjukan dini hari. Beberapa orang mungkin sudah mengembara di alam mimpi-nya. Beberapa orang mungkin juga masih memilih untuk menikmati dingin-nya angin malam. Saya, harus terbangun dari tidur singkat seusai lelah menjalani rutinitas. Setelah mengambil segelas air, dan beberapa cemilan untuk mengganjal perut, Saya memutuskan untuk mengisi kegabutan( ga ada kerjaan) dengan menulis. Kali ini, rutinitas terasa tak bersahabat. Letih, lelah, lesu, diiringi jenuh adalah hiasan yang mengiringi rutinitas-ku. Semangat selalu tertinggal dirumah, luput dari daftar bawaan. Ditambah hujan yang sedang gencar membasahi tanah kota. "Semester 6, memang menjadi puncak kejenuhan di lingkungan perkuliahan". Setidak-nya itu lah jawaban beberapa teman-ku yang juga setuju dengan apa yang aku ucapkan. Memang, terdengar seperti pemalas mungkin. Atau lela

mengapa?

Kamu tak perlu memahami apa-apa, Disini, kepastian seutuhnya milik kematian. Selebihnya hanya bualan belaka. Bahkan perdamaian pun masih mencari-cari makna. Kekal; pintamu pada waktu. Sembari ragu mengangkat dagu. Lantas berjemawa sebagai jawara. Mengapa bimbang mengarungi gelombang?.

aku,

Aku adalah selembar daun pisang. Yang kau petik untuk berteduh dari tetesan air hujan. Lalu, kau menari-nari selepasnya reda,  Lemparkan selembar daun pisang yang melayang jatuh ke tanah basah. Terombang-ambing angin, Terhanyut derasnya air menunggu sampai di ketepian. Mencium harumnya lengkungan cahaya pelangi. Aku, selembar daun pisang.

diantara sadar

Malam menggeram, Desau angin yang ringkih menyandarkan denyut nadi, Langkah kaki samar terdengar. Gelap kian menggumam, mengusik hening. Memungut kata dalam senyap, Rembulan pun hanya mengintip dibalik awan pekat. Sunyi, janganlah kau memaki. Disini, kita mencari-cari sebuah arti. Mata, hendaklah kau terpejam. Di ladang imajinasi sudah lelah berlari-lari. Biarkan, raga enggan menopang diri. Letakkan tangguhmu, bersiaplah menyambut kembali mentari.

Pulau Padar.

Setelah puas berjalan-jalan di Pulau Rinca, kami melanjutkan perjalanan ke Pulau Padar.  Menurut saya, ini adalah pulau yang paling "keren" yang saya kunjungi. Bila kalian tak percaya, cobalah tengok langsung kesana, mungkin kalian akan berpendapat sama seperti saya. Kita akan menikmati sunset disana. Dan kapal kembali berlayar... Pulau Padar  tak dihuni oleh komodo, oleh karena itu kita tidak perlu cemas untuk menghabiskan waktu disana. Setibanya kapal disana, 11 petualang kembali melangkahkan kaki nya. Kami terperanga melihat keindahan pulau tersebut. Itu terlihat jelas dari raut-raut wajah masing-masing. Untuk melihat keindahan pulau ini dengan jelas, kita diharuskan melakukan pendakian ke puncak nya yang harus ditempuh kurang lebih selama 20 menit. Tak seberapa, kita tak gentar. Sesampainya di puncak, tak ada sesal meneteskan keringat. Ada 3-4 pulau disekelilingnya, ditambah dengan hamparan laus yang begitu luas. Yang sangat menakjubkan adalah menyaksikan matahari ter

Dimulai darisini, Pulau Rinca.

2 hari 1 malam adalah waktu yang akan kita habiskan dengan berkeliling pulau-pulau yang berada disekitaran Labuan Bajo. Baiklah, mari kita mulai...   Pagi hari, kita sudah bersiap-siap mengemas perlengkapan masing-masing dan tidak sabar menengok keindahan Indonesia timur ini. Kita sudah sampai di pelabuhan saat itu, tempat berlabuh para perahu dan juga tempat kita akan memulai salah satu perjalanan yang tidak akan terlupakan. Perahu yang telah kita sewa sudah tiba, satu persatu dari kita memasuki perahu tersebut. Perahu yang tidak terlalu besar, namun sangat cukup untuk menampung 11 petualang yang ada, ditambah dengan 2 orang penghuni perahu tersebut yang berarti total menjadi 13 orang. Kami berunding terlebih dahulu dengan nahkoda, mengutarakan tujuan-tujuan yang telah kami persiapkan. Setelah berunding akhirnya kami setuju dengan tujuan yang telah dipersiapkan ditambah dengan rekomendasi dari nahkoda itu. Adapun tujuan yang akan kita kunjungi adalah Pulau Rinca, Pulau Padar, Pu

Hari Kedua di Labuan Bajo

Matahari telah terbit, mengetuk mata untuk mengakhiri mimpi. Mengajak raga menikmati dunia nyata, bercengkrama dengan semeseta. Nikmatilah.. Hari ini, kita berencana mengunjungi salah satu keindahalan alam yang ada di Labuan Bajo. Singkat cerita.......................... Kita berangkat menuju lokasi tersebut dengan menggunakan angkutan umum yang telah dipesan. Bersama supir angkot kepercayaan Om Heri, kita menikmati indahnya perjalanan karena keindahan disekitarnya. Bukit Cinta. Nama dari lokasi yang akan kita tuju. Membuat greget memang, penasaran dengan lokasi yang mengatas namakan cinta tersebut. Nama Bukit Cinta diberikan karena tempat ini memang merupakan spot yang tepat untuk pengunjung memadu kasih dan memang banyak pasangan muda-mudi yang menghabiskan waktu di bukit ini pada malam harinya. Perjalanan menuju Bukit Cinta cenderung berbukit-bukit, gersang dan sedikit penuh dengan debu dikarenakan sedang ada pembangunan jalan dan pemangkasan bukit dalam rangka perluas

Hari Pertama di Labuan Bajo

Setelah kurang lebih menghabiskan waktu 3 hari di perjalanan, kenyang betul mengenyam pemandangan darat dan laut, akhirnya kapal menepi di tepian Labuan Bajo. Labuan Bajo ini merupakan pelabuhan kecil yang dijadikan tempat singgah ketika akan bertandang ke pulau komodo.  Kapal telah berhenti. Kami secara beruntun meninggalkan kapal dan segera menghirup udara diluar. Orang-orang sibuk mengurusi barang dagangannya, seperti di pelabuhan lainnya. Kami memilih untuk beristirahat disekitaran pelabuhan sebari menikmati pemandangan yang disuguhkan labuan bajo. Langkahku telah berpijak di ujung barat Flores, di wilayah Nusa Tenggara dari timur Indonesia   . "Malu bertanya, sesat dijalan" kira-kira begitulah kutipan dari pepatah yang pernah kita dengar. Ya, memang sangat benar. Karena ketika kita tidak malu untuk bertanya, maka kita akan mendapatkan informasi baru. Sebelum sampai di Labuan Bajo, kami menaiki kapal untuk menyebrang dari Pelabuhan Sape(=pelabuhan di kab.Bima, NT

tunggu disana, Yog!

  Entahlah, apa yang membuat kota yang satu ini begitu memikat hati. Bukan dengan Candi Borobudur nya, ataupun dengan objek-objek wisata lainnya yang ada disini. Yogyakarta, Memiliki daya tarik tersendiri bagi saya pribadi. Sejak pertama kali menginjakkan kaki disini, Rasa nya ingin sekali untuk mampir kembali. Bila saat nya tiba, Akan kubawa seluruh niatku beserta cinta di dalamnya. Ku tuntun langkahku untuk menetap. Menikmati hari tua, dalam balutan kebahagiaan. Disini.

selamat pagi

Mentari datang kembali. Membagi cahaya pada luasnya hamparan bumi. Tatkala embun pagi bersembunyi, Burung-burung dengan lantangnya bernyanyi. Aku, masih disini. Dibalik sebuah dinding dan ditemani segelas kopi. Ada sebuah bayangan yang melintasi imajinasi. Mengingatmu membuatku berseri-seri. Ucapku, selamat pagi.

marilah, kawan.

Marilah, Nikmati secangkir kopi panas bersama. Baluti saja dengan cerita, seperti biasa. Biarkan lantunan nada merangkak perlahan, diantara desau angin malam. Tertawalah, hiraukan dunia maya. Bukankah kita sudah sepakat? Kita tak mengenal perbedaan. Sejenak, acuhkan saja semua urusan. Alirkan canda dalam sebuah cacian. Ceritakan lagi tentang impian-impian. Disini, kawan.